Perkembangan era digital yang terjadi saat ini tentunya juga diiringi dengan meningkatnya pemakaian media sosial di kalangan masyarakat.  Wakil Ketua Komisi I dari Partai Demokrat, Anton Sukartono Suratto, memaparkan bahwa bedasarkan data statistik tahun 2021, pengguna ponsel di Indonesia telah mencapai 345 juta jiwa atau setara dengan 125% dari jumlah populasi di Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa pengguna internet di Indonesia sampai dengan Januari 2021 mencapai 202 jiwa dan selama pandemi traffic pengguna internet meningkat 15-25% dengan total waktu yang dihabiskan mencapai 9 jam per hari.

Anton Sukartono menjelaskan mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah generasi milenial dan generasi Z, dimana jumlah populasinya mencapai 52% dari populasi Indonesia. Saat ini 8 dari 10 generasi milenial dan generasi Z Indonesia telah terkoneksi internet dengan memiliki 40,1% akun aktif media sosial seperti Facebook dan Instagram. Beberapa perilaku yang tampak dari penggunaan internet oleh generasi milenial dan generasi Z adalah kecanduan internet, mudah berpaling ke lain hati dalam berinternet, kerja cepat dan cerdas, mampu melakukan multitasking, cenderung abai terhadap politik namun suka berbagi.

Dirjen APTIKA Kemkominfo, Samuel A Pangerapan, berpendapat dalam kata sambutannya bahwa kehadiran teknologi  khususnya pada masa pandemi telah menciptakan distrupsi teknologi di tengah masyarakat. Salah satu aspek paling untuk menghadapi distrupsi teknologi adalah menciptakan masyarakat digital dimana kemampuan literasi adalah salah satu komponen yang dapat mendukung pencapaian tersebut. Kondisi Indonesia sendiri dalam status literasi digital nasional baru mencapai tingkat di atas sedang dengan nilai 3,47 dari skala 1-4. Maka dari itu, untuk mencapai tujuan ini, Kementerian KOMINFO bersama Siber Kreasi dan berbagai pemangku kepentingan terus berupaya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kemampuan literasi digital masyarakat Indonesia.

Pati Perkasa, CEO Instereo Media Consultant sebagai pemateri pada seminar ini menyampaikan bahwa ketika seseorang bermain internet atau sosial media, tentunya akan meninggalkan jejak digital. Menurut definisi Tech Terms dalam paparan beliau, jejak digital atau digital footprint, adalah tapak data yang tertinggal setelah beraktivitas di internet. Kegiatan yang dilakukan seperti mengirim e-mail, mengunjungi sebuah situs, hingga mengunggah sesuatu di media sosial pasti akan meninggalkan jejak digital. Jejak digital ini tentunya memiliki dampak yang negatif terhadap data pribadi. Resiko pertama yang dapat ditimbulkan jejak digital adalah digital exposure dimana data yang kita berikan dapat dengan mudah diakses oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kemudian, serangan manipulatif atau phishing juga membahayakan pemilik data karena dapat digunakan untuk membobol data-data penting seperti rekening ATM. Ketiga adalah bahaya terhadap reputasi profesional.

Meninggalkan jejak digital merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari di era modern ini. Maka dari itu, perlu kiat-kiat khusus untuk mengatur jejak digital agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menghindari penyebaran informasi digital penting, seperti alamat rumah, rekening ATM, atau nomor telpon di internet. Kemudian, ketika kita memiliki akun media sosial, penting untuk membuat kata kunci yang kuat agar tidak mudah diretas dan disalahgunakan orang lain. Ketiga, dalam bermain sosial media, kita juga penting untuk selalu bijak dalam mengunggah konten dan pastikan dapat dipertanggung jawabkan. Setelah itu, gunakanlah layanan pelindung data pada alat teknologi yang dimiliki. Terakhir, carilah nama kita sendiri di Google dan hapus semua informasi sensitif yang ditemukan.