Jakarta, 1 Oktober 2021 – Pada tahun 2019 lalu, UNESCO melakukan penelitian terkait penggunaan media sosial dan tingkat literasi dengan hasil yang mencengangkan: di satu sisi, Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial terbesar keempat di dunia, ditambah 60 juta dari 200 juta penduduk Indonesia sudah memiliki smartphone. Akan tetapi, tingkat literasi masyarakat Indonesia masih sangat rendah di angka 0,001%, yang diperkuat oleh temuan aneka komentar yang kurang relevan dalam konten di berbagai platform media sosial yang bahkan sudah dilengkapi keterangan yang jelas, bahkan berujung salah paham sehingga mencemari dampak positif pada konten tersebut.
Menyadari potensi Indonesia untuk meningkatkan pemahaman literasi digital di era transformasi digital yang sebanding dengan keaktifan pengguna media sosial, Komisi I DPR RI bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Siberkreasi menggelar webinar bertajuk “Dampak Positif Bermedia Sosial” yang berlangsung pada Kamis, 30 September 2021 lalu secara virtual dengan menghadirkan Anggota Komisi I DPR dari fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia sebagai keynote speaker; Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan; dan Riana Rizki, content creator di balik kanal Youtube Jurnal Risa sebagai narasumber.
Dalam sambutannya, Anggota Komisi I DPR dari fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia mengungkapkan, “Kami menyadari bahwa saat ini banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan teknologi untuk berbagai kepentingan dan digunakan oleh semua kalangan, sehingga alangkah baiknya media sosial tidak hanya digunakan sebagai social network, tetapi juga sarana untuk lebih banyak membaca berita terkini. Selain itu, influencer juga memberikan dampak positif di media sosial melalui aneka konten yang tidak hanya menghibur, tetapi juga edukatif dan mengajak followersnya untuk berbuat kebaikan dan gotong royong, terutama di masa seperti ini. Saya harap, webinar ini dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui dan memahami penggunaan media sosial dalam aspek positif.”
Lebih jauh lagi, media sosial juga membawa dampak positif, di antaranya sarana berwirausaha, menyediakan informasi yang tepat, menambah wawasan untuk berpikir, dan menciptakan ruang untuk saling berkomunikasi tanpa batas. Akan tetapi, media sosial juga berpotensi membawa dampak negatif seperti modus penipuan, pornografi, hoax, sampai penyalahgunaan data pribadi, sehingga kemampuan literasi digital harus mampu berperan sebagai pilar transformasi digital bersama kemampuan digital, etika digital, keamanan digital, dan budaya digital.
Dalam webinar tersebut, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan menambahkan, “Teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang sedang mengalami disrupsi teknologi, sehingga semua pihak harus bekerjasama dalam mempercepat agenda transformasi digital di Indonesia. Kemampuan literasi digital tidak hanya berperan penting dalam mewujudkan salah satu pilar transformasi digital, tetapi juga menjadi kemampuan paling dasar dan krusial untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang tidak hanya mengenal literasi digital, tetapi juga harus diiringi oleh penggunaan yang cermat.”
Beliau juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2020 lalu, Kominfo dan Katadata mengadakan riset terkait status indeks literasi digital secara nasional, dimana dari skala 1-4 indeks literasi digital Indonesia ada di angka 3.47, sehingga hasilnya masih dalam level sedang. Indeks literasi digital dibagi dalam 4 sub-indeks yang mencakup subindeks 1 Informasi dan Literasi Data, sub-indeks 2 Komunikasi dan Kolaborasi, sub-indeks 3 Keamanan dan subindeks 4 Kemampuan Teknologi. Masing-masing sub-indeks diperoleh hasil skor sebagai berikut: Subindeks 1 Informasi dan Literasi Data 3,17; sub-indeks 2 Komunikasi dan Kolaborasi 3,38; sub-indeks 3 Keamanan 3,66 dan sub-indeks 4 Kemampuan Teknologi 3,66. Dengan perolehan tersebut, masih ada harapan untuk meningkatkan kemampuan literasi digital melalui keterlibatan seluruh pihak.
Menanggapi hasil riset tersebut, Riana Rizki berpendapat bahwa menggunakan media sosial itu harus berhati-hati agar terhindar dari modus yang akan menyalahgunakan akun media sosial. Selain itu kemampuan literasi digital juga dinilai penting bagi para influencer agar mereka dapat memberikan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, menghemat waktu dan biaya, tahu bagaimana memanfaatkan peluang yang ada di ruang digital, sampai penyelesaian masalah dan memperkaya keahlian di bidang masing-masing.
“Guna mendukung komitmen Komisi I DPR RI bersama Kominfo melalui Siberkreasi dalam meningkatkan indeks literasi digital melalui penggunaan media sosial yang cermat, masyarakat Indonesia juga dapat berkontribusi dengan menerapkan konsep T.H.I.N.K sebelum membagikan postingan yang terdiri dari: true, helpful, inspiring, necessary, dan kind. Dengan menerapkan konsep T.H.I.N.K, masyarakat Indonesia diharapkan dapat lebih bijak menggunakan media sosial, sehingga pada akhirnya dengan kerjasama dan pemaparan yang menyeluruh ke seluruh pihak yang terkait dapat meningkatkan literasi digital secara signifikan.” tutup Farah.