Jakarta – Pandemi COVID-19 membuat era digitalisasi datang sangat cepat,yang tadi nya berjalan normal namun karena pandemi saat ini membuat adanya akselerasi dikarenakan pada pandemi saat ini diperlukannya digitalisasi dalam ranah belajar, bekerja bahkan beribadah dari rumah.​​

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Anton Sukartono Suratto, menjelaskan bahwa pemerintah melalui KOMINFO telah melakukan transformasi digital menggunakan 4 (empat) pilar transformasi digital, diantaranya adalah digital infrastructure, digital economy, digital government dan yang terakhir adalah digital society.

Indonesia membutuhkan 9 juta talenta dalam mengembangkan transformasi digital dalam 15 tahun kedepan atau 600 ribu masyarakat untuk mengembangkan kompetensi sumber daya manusia di era digital.

Untuk mengembangkan hal tersebut, Presiden Joko Widodo telah meluncurkan program untuk mengembangkan literasi nasional yang bernama Indonesia Makin Cakap Digital hal tersebut diharapkan dapat mendorong masyarakat dalam makin cakap dalam digitalisasi.

Dalam survei yang dilakukan oleh OECD pada tahun 2019, indonesia menempati urutan 62 dari 70 negara dalam tingkat literasi atau 10 negara terbawah dalam literasi.

Kemajuan teknologi dan digitalisasi saat ini sangat melimpah, setiap orang dapat menggunakan teknologi dan internet untuk mendapat informasi tanpa batasan hal tersebut membuat internet tidak luput dari keseharian generasi muda saat ini.

Hal tersebut membuat generasi muda saat ini merupakan individu yang memiliki pola pikir yang berbeda daripada generasi sebelumnya. Maka dari itu, dalam era digitalisasi setiap orang perlu bertanggung jawab dalam melakukan interaksi, dan juga tidak lupa dalam beretika dalam menggunakan informasi yang digunakan dalam era digitalisasi saat ini.

Dirjen APTIKA Kemkominfo, Samuel A. Pangerapan, menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 dan kemajuan teknologi telah mengubah cara kita beraktifitas dan bekerja, era digital yang berubah ini lah yang membuat kita masuk kedalam disrupsi teknologi, namun untuk menghadapi hal tersebut kita semua harus bekerjasama dalam meningkatkan transformasi digital di indonesia.

Kemampuan literasi dalam era digital merupakan hal yang paling krusial dalam menghadapi perkembangan teknologi saat ini untuk menerapkan kepada masyarakat indonesia tidak hanya mengenal teknologi tapi juga cermat dalam menggunakannya. Pada tahun 2020 terdapat survey yang menghasilkan bahwa index literasi masyarakat indonesia adalah 3,47 dari skala 1 – 4 maka dapat disimpulkan bahwa indeks literasi indonesia ada di level sedang namun belum ada di tingkat baik.

Aida Rezalina, Digital Skill Consultant yang merupakan narasumber pada webinar ini mengemukakan bahwa dunia digital di indonesia memiliki peningkatan signifikan dalam 5 tahun terakhir, hal tersebut dikarenakan pandemi covid 19 merupakan chief transformation officer untuk transformasi digital.

Namun disisi lain nilai pesanan rata-rata di platform e-niaga menjadi turun karena masyarakat pada masa pandemi lebih ingin menabung daripada membeli barang. Pada pandemi ini digitalisasi diperkirakan akan terus berkembang karena teknologi dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek, misalnya hal ini terjadi karena koneksi HP di indonesia saat ini 124% dari penduduk, pengguna internet di indonesia terdapat di angka 64% dan akan terus meningkat sebanyak 17% pertahunnya.

Hal ini didukung karena kecepatan internet di indonesia bertambah setiap tahunnya. Peningkatan pemanfaatan di dunia digital dapat terjadi dari berbagai aspek diantaranya yaitu dalam aspek makanan, meningkat 13 kali lipat dibanding tahun sebelumnya dari pengonsumsian online seperti Gofood ataupun Grabfood.

Kemudian aspek entertainment, meningkat sebanyak 11 kali lipat dibanding tahun sebelumnya seperti penggunaan aplikasi netflix dan sebagainya. Kemudian ada juga aspek pariwisata yang dimana adanya pasca pelonggaran di pandemi saat ini adanya peningkatan 4 kali lipat di dunia digital seperti misalnya pemesanan tiket kereta, hotel dan pesawat.

Kemudian yang terakhir yaitu keuangan, pada aspek keuangan terdapat peningkatan sebanyak 44% perbulan dibandingkan tahun lalu hal ini dilihat dari penggunaan Ovo, Gopay, ataupun Shopeepay.

Namun, perlu di pahami bahwa dunia era digital tidak hanya pinjaman online ataupun e-commerce. Maka dari itu, dalam menganalisis kebocoran data perlu dianalisis sangat luas tidak hanya dalam satu platform saja.

Disamping masalah kebocoran data tersebut, era digital merupakan sesuatu pilihan yang dapat memberikan pilihan harga dan produk yang murah, membuka akses kepada pasar yang lebih luas, memangkas biaya operasional, dapat digunakan dimana saja kapan saja, bebas kerumunan, memudahkan promosi dan peluang.

Namun tentunya di balik kelebihannya, dunia digital juga memiliki tantangan tersendiri misalnya penetrasi dan jangkauan internet yang belum mengcover seluruh indonesia, kemudian kurangnya literasi konsumen, khususnya mengenai keamanan cyber security dan data pribadi dan yang terakhir adanya kasus-kasus pelanggaran data pribadi.

Hal ini yang membuat masyarakat juga kurang percaya dalam dunia digital. Kemudian, aspek perlindungan data pribadi merupakan aspek yang dinamis yang akan terus berhadapan dan dipengaruhi oleh kemajuan dan inovasi teknologi serta praktik bisnis.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global dan menyebabkan interaksi antar manusia menjadi tanpa batas (borderless).

Teknologi informasi saat ini selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia sekaligus juga menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum atau kejahatan.

Kejahatan yang di maksud dapat di hasilkan dari data. Di Amerika, data sudah seperti menjadi pengganti minyak maupun gas karena data menjadi bagian penting sebagai sumber pertumbuhan dan produktivitas, bahkan untuk distribusi output ekonomi yang lebih inklusif.

Perkembangan teknologi tersebut menjadikan data sebagai produk dari aktivitas digital yang semakin sering untuk di produksi, disimpan serta dipergunakan.

Kemudian untuk melindungi data pribadi dalam melayani konsumen adapun peraturan yang menyatakannya yaitu seperti UU No.19 Tahun 2016 (UU ITE), UU 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan dan sebagainya. Undang-undang tersebut digunakan untuk membantu kejahatan misalnya seperti penyalahgunaan data pribadi seperti adanya pinjaman online ilegal, mendapatkan data pribadi yaitu dengan jual beli data pribadi, phishing, dan spyware. Dan yang selanjutnya adalah celah peraturan contohnya celah keamanan OJK yang hanya mensyaratkan foto KTP dan selfie beserta KTP sebagai KYC (Know Your Consumer).

Di indonesia kasus kebocoran data sering kali dijumpai, misalnya yaitu kesalahan user (kelalaian, korban social engineering), kejahatan peretas, kelemahan sistem keamanan di perusahaan, celah regulasi KYC di pemerintah masih sederhana, blokir situs berbahaya belum efektif seperti pinjaman online ilegal, judi online ilegal dan pornografi.Kemudian, belum ada peraturan yang mengatur mekanisme jika terjadi kebocoran data.

Kemudian, yang perlu dilakukan untuk penyedia layanan untuk menghindari kebocoran data yaitu yang pertama memprioritaskan keamanan siber, mematuhi peraturan sektoral, memenuhi sertifikasi ISO 27001 dengan panduan ISO 38500 dan ISO 27018. Untuk pengguna, hal yang harus dilakukan untuk menghindari kejahatan di dunia digital adalah selalu waspada dan jangan mudah percaya dunia maya dikarenakan banyak sekali penipuan.

Selanjutnya, menghindari mengirimkan hoaks dan jangan selalu berbagi informasi, verifikasi terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada orang lain, jangan selalu percaya kepada orang yang menghubungi dari perusahaan tertentu misalnya menanyakan data-data tertentu, jangan percaya website dengan nama-nama yang mirip harus selalu teliti dalam domain website, dan yang paling terakhir jangan memberikan informasi pribadi, seperti nama lengkap, tanggal lahir dan sebagainya dan jangan lupa jangan pernah memberikan kode OTP kepada orang lain.

Maka dari itu RUU perlindungan data konsumen harus perlu segera diresmikan supaya dapat melindungi masyarakat dari kejahatan digital. Namun, upaya perlindungan data konsumen tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun masyarakat juga perlu ikut andil dalam proses perlindungan data kita sendiri.