Sebelum kalian mulai membaca tulisan ini sampai selesai, tolong jawab dulu pertanyaan ini di dalam hati kalian sendiri. “Akankah kalian melawan kakek, nenek, ayah, ibu, atau siapapun orang yang lebih tua yang tinggal bersamamu di rumah?”

Mungkin judul dari tulisan ini sedikit terkesan tidak baik dan seakan-akan provokatif. Seakan mengajak anak-anak dimanapun yang membaca ini untuk melawan orang tuanya sendiri. Sebelum banyak yang sala sangka, melawan yang kumaksud disini bukanlah melawan orang tua kita secara harfiah. Yang ingin kubahas disini bukan melawan seperti memukul, menghina, ataupun menghardik orang tua. Jika itu yang kamu pikirkan saat pertama kali membaca judul artikel ini, maka buang jauh-jauh pikiran itu. Jika kamu melakukan itu, berarti sama saja kamu tidak lagi menghormati orang tuamu. Dan aku, juga tidak ingin mengajak anak-anak beramai-ramai menjadi durhaka kepada orang tuanya. Jadi kuharap siapapun kalian, tolong baca artikel ini hingga selesai.

Okay, mari kita mulai. Pernahkah terlintas dipikiran kalian bahwa apa yang kamu jalani saat ini ternyata hanyalah apa yang orang tuamu dikte kan kepada kamu, yang mau tidak mau harus kamu ikuti? Ini maksudku dengan “melawan” orang tua. Banyak sekali kasus yang terjadi di sekitar kita dimana anak seakan dipaksa mengikuti apa mau orang tua, hanya karena stereotype para orang tua yang kemudian melahirkan kalimat “Kami tahu apa yang baik dan tidak buatmu.”

Ya mereka memang tahu apa yang baik dan tidak, namun harap digaris bawahi bahwa mereka tahu hanya dari perspektif mereka. Pertanyaannya apakah mereka benar-benar mengerti apa yang anaknya sebenarnya butuhkan. Well, tidak semua orang tua seperti itu. Orang tua selamanya akan mencintai anaknya, mencintai bukan mengerti anaknya. Contoh simple dari apa yang kutulis ini kira-kira seperti ini, ketika anak mulai lulus dari SMA dan ingin melanjutkan kuliahnya, banyak anak yang mimpinya terbunuh hanya karena terhalang oleh restu orang tuanya. Aku tidak mengatakan semua orang tua seperti ini banyak juga yang sudah mengerti tentang anaknya.

Banyak sekali orang tua yang menginginkan anaknya untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Padahal itu bukan yang si anak benar-benar inginkan. Mengapa beberapa orang tua masih saja berpikiran bahwa dia memiliki hidup anaknya sepenuhnya. Kita berhak untuk menentukan kita ingin seperti apa. Kita yang tahu hal apa yang kita benar-benar butuhkan. Kita yang mengerti seperti apa kita ingin diperlakukan seperti apa di rumah, oleh orang tua. C’mon, apakah di zaman seperti sekarang paksaan kepada anak benar-benar perlu untuk dilakukan. Misalnya, jika anakmu tidak ingin jadi PNS seperti yang kau inginkan, lalu mengapa menghalangi langkahnya menjadi seorang seniman.

Anakmu adalah dirinya sendiri. Dia adalah dia, bukan kamu, bukan juga pencapai cita-cita yang sebenarnya cita-cita mu. Kunto Aji baru saja mengeluarkan lagu yang berjudul “Konon Katanya”, dan di dalam liriknya ada satu kalimat yang amat sangat mirip dengan apa yang kubahas saat ini. Di liriknya di katakan “Apa kata ayah, jadi pebatas ruang gerakmu berkarya”. Yang mana lirik ini seakan menyindir bahwa apa keputusan orang tua kadang membunuh kesempatan anak untuk berkembang dan berkarya menurut dirinya sendiri.

 

Kuharap kalian yang sudah membaca sejauh ini, sekarang paham apa yang kumaksud dengan “melawan orang tua”. Ini saatnya kita speak up ke orang tua kita, jujur tentang apa yang sebenarnya kita inginkan, apa yang kita butuhkan, apa yang bisa membuat kita bahagia. Minta kepada mereka untuk mendukung apa yang kita inginkan (selama itu positif). Berikan pengertian bahwa kita tidak bisa mengikuti apa yang mereka bilang, bahwa kita berhak menentukan masa depan kita sendiri.

Karena semakin kamu iya-iya saja dengan apa yang orang tuamu dikte kan kepada kamu. Semakin kamu akan tercetak dengan dimana kamu dikehendaki oleh mereka. Tanpa sadar kamu membuang kebahagiaanmu sendiri. Aku bukan mengajari kalian untuk menjadi anak yang durhaka. Kita harus tetap menghormati dan menyayangi orang tua. Tapi kita juga harus memeprtimbangkan bagaimana masa depan dan kebahagiaan yang sebenarnya kita inginkan.

 

Love,

R.